Iqtishaduna

Islamic Economic | Islamic Finance | Analisis

Fiqih

Fiqh Muamalah | Ushul Fiqh | Analisis Fiqh

Biografi

Ekonom Muslim Klasik | Tokoh Ekonomi | Tarikh

Tentang Kami

Histori | Visi & Misi | Struktur

Minggu, 27 Mei 2012

Diskusi Perdana IESC

Diskusi Mingguan IESC (Islamic Economic Study Circle
Tempat : Perpustakann Magister Studi Islam - Universitas Islam Indonesia
Waktu : Jam 10.00 WIB, Sabtu, 2 Januari 2012

Rabu, 08 Februari 2012

Percikan Pemikiran Ekonomi Islam | Web Offline & Artikel Dr. Agustianto Mingka

Agustianto:Pendidikan Program Doktor (S3) Ekonomi Islam UIN Jakarta 2004 adalah Sekjend DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Anggota Pleno Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan Trainer pada International Islamic Banker Management Trainee Program for Certified Islamic Banking Products dan berpengalaman bertahun-tahun sebagai Advisor Bank Muamalat Indonesia.
Sebagai seorang akademisi, beliau adalah dosen pascasarjana bidang fiqh muamalah ekonomi keuangan kontemporer, hukum perbankan Syariah, dan ushul fiqh ekonomi keuangan di beberapa universitas terkemuka di Indonesia antara lain : dosen Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah PSTTI Universitas Indonesia (UI), dosen Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti, dosen Pascasarjana Manajemen Perbankan dan Keuangan Syariah di Universitas Paramadina, dan Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam Universitas Az-Zahra, Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam IAIN, Dia juga mengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Prof. Dr HAMKA.
File Web Offline
File ini berisikan blog pribadi Dr. Agustianto pada Niriah.com yang saya download, sehingga bisa di baca secara offline, tidak perlu menggunakan untuk koneksi internet untuk membacanya. 
Cara menggunakan file ini :
  1. Downlad filenya disini
  2. Setelah filenya di download maka ekstrak file tersebut
  3. Maka akan terlihat filenya berisi seperti gambar di bawah, untuk membuka file mulailah dari index - lihat gambar !!!
Untuk artikel beliau berformat PDF silahkan downlad di sini
     Semoga bermamfaat

    Kapitalis di Tengah Ke-Syari'ah-an

    Oleh : Mega Oktaviani *

    Kapitalisme adalah sistem sosial yang didasarkan pada pengakuan hak-hak individu. Dalam ranah ekonomi, kapitalisme memisahkan intervensi negara dengan perekonomian, seperti halnya ada sekuler yang memisahkan agama dengan negaranya. Dalam perekonomian kapitalisme menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme.

    Dalam perjalanannya, kapitalisme telah memberikan efek buruk bagi perekonomian dan kesenjangan sosial yang semakin menganga, terjadinya gap (jurang pemisah) antara si kaya dan si miskin. Itu semua merupakan dampak dari kejamnya kapitalisme yang terjadi di di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, dan menurut Karl Marx negara demokrasi adalah negara kapitalis, karena negara dikontrol oleh logika ekonomi kapitalis yang mendiktekan bahwa kebanyakan keputusan politik harus menguntungkan kepentingan kapitalis. Dalam hal ini yang diuntungkan adalah para pemilik modal (kapitalis), sedangkan masyarakat kecil tetap berada dalam bingkai kemiskinan akibat kapitalisme.

    Sudah banyak perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia seperti Freeport yang mengekploitasi hasil bumi di Papua dan Exxon Mobil di Aceh, tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat di sekitarnya. Bahkan pemerintah cenderung berpihak pada investor ketika terjadi sengketa antara pihak perusahan dan masyarakat sekitar. Keberpihakan kepolisian pada perusahaan asing di Indonesia seperti dalam tragedi Mesuji maupun Bima merupakan bukti nyata bahwa republik ini penganut kapitalis. Karena salah satu ciri negara kapitalis adalah berpindahnya peran pemerintah yang semula melayani rakyat berubah menjadi pelayan investor atau pemilik modal. Menurut AM Saefuddin (2011), kapitalisme merupakan suatu istilah luas yang meliputi: Cara produksi kapitalis, kerangka sosio-ekonomi kapitalis, mentalitas kapitalistis. Pada pokoknya, kesemuanya ini hanyalah merupakan tiga segi dari gejala yang sama.

    Kapitalisme sebenarnya telah dimulai saat zaman feodalisme Eropa, dimana perekonomian dimonopoli oleh kaum bangsawan dan tuan tanah. Perkembangan awal kapitalisme dimulai sekitar abad 16, dimana saat itu Eropa sedang giat meningkatkan perbankan komersil. Teori ini berkembang saat revolusi industri di Inggris, modal dan keuntungan dalam setiap transaksi sangat diperhitungkan. Kapitalisme yang dianut dalam revolusi industri merupakan satu revolusi budaya yang bersifat fundamental dalam perkembangan masyarakat Eropa. Kapitalisme berkembang secara cepat, dikarenakan bebas dari tekanan agama maupun negara. Perkembangan kapitalis pasca revolusi Industri meningkat, seiring berdirinya perusahaan-perusahaan besar di Eropa.

    Perkembangan eksistensi kapitalis sudah banyak di gugat oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Ini karena memiliki efek buruk oleh masyarakat setempat. Anggap saja sistem ini kini di rundung duka.
    Kapitalis di kritiki, di cemoh, bahkan di campakkan. Hampir semua masyarakat memprediksi kapitalis tak bertahan lama. Prediksi yang sangat wajar. Mengingat sistem ini paham yang lahir dari Adam Smith, dalam bukunya The Wealth of Nation, kurang mendukung masyarkat.

    Tapi sampai sekarang di tengah maraknya berdiri dan perkembangan sistem perekonomi islam, sistem ini tak goyang dari goncangan yang menimpanya. Mulai dari krisis 1923, 1930, 1940, 2008, hingga 2011 yang belum bisa kita raba kapan berakhirnya. Namun dari guncangan-guncangan yang dalam tinjauan sosiologi disebut The Great Disruption tersebut, kapitalisme toh masih bisa eksis. Setidaknya, ia mengantar dunia memasuki abad 21 dengan segala kecanggihannya (Djusman Dalle, 2012).

    Kalau kita melihat realita sekarang, bisa jadi kapitalis masih bertahan dan memanjangkan umur. Ia adaptif dan kontekstual, sehingga setelah layu kembali berkembang dan di nikmati umat manusia, yang menghujatnya sekalipun. Bisa jadi bertransformasi dalam bentuk yang lebih membumi sebagai bentuk inovasi untuk menyalamatkan diri.

    Nah, pertanyaannya sekarang, apakah sistem ekonomi islam mampu menjawab keluhan-keluhan dari berbagai pengamat ekonomi dan penikmat ekonomi? Atau kapitalis menuju ajalnya di tengah perkembangan perekonomian islam?


    Adaptasi Sistem Ekonomi Islam

    Kita ketahui kemiskinan bahkan pengangguran tiap tahunnya semakin meningkat. Berhamburan manusia lulusan universitas tak tau arah. Penduduk yang semakin bertambah.
    Kenyataan yang memprihatinkan dalam kehidupan rakyat banyak di negeri kita ini selama tahun-tahun terakhir sungguh banyak dan usul-menyusul datangnya. Namun yang sangat luas dampaknya adalah keterpurukan bidang ekonomi yang di alami sebagian besar rakyatnya.
    Mengapa sampai sekarang kemelut ekonomi yang menyebar-yang begitu banyak di derita ditengah-tengah masyarakat luas-masih juga melilit ditengah kehidupan rakyat banyak. Apa yang sesungguhnya terjadi pada ekonomi kita?

    Prof. Dr. Mubyarto di acara Memperingati Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 2005 di Jakarta telah menguraikan bahwa secara ekonomi, indonesia kembali terjajah oleh kapitalisme global yang lebih sadis dan lebih kejam ketimbang kolonialisme belanda. Lebih dari itu John Perkins dalam bukunya, Confessions of an Economic Hit Man, telah mengakui bahwa dirinya telah di sewa oleh kekuatan kapitalisme global untuk merusak dan membuat ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi terjajah dan sangat bergantung pada tuan besarnya, yaitu kapitalisme global.

    Pandangan dunia kapitalis tidak memberikan kedudukan yang penting kepada manusia, karena di dasarkan pada prinsip hak-hak individu, yang tidak menyertakan kepercayaan inheren pada persaudaraan manusia, keadilan sosial ekonomi, dan hakikat amanat sumber-sumber daya. Mereka terlalu menekankan konsep, "kelangsungan hidup bagi yang paling kuat" atau "pertarungan kelas" dan "pemuasan keinginan secara maksimal" atau "kondisi kehidupan materiil". Mereka tidak memiliki sistem motivasi yang dapat mendorong manusia untuk berbuat demi kepentingan sosial, yang tidak selalu seirama demi kepentingan individu, melainkan memerlukan pengorbanan dari kenyamanan personal dan keuntungan bagi yang lain. Pandangan yang semacam ini akan terjadi pengaburan arah, kejahatan dan kemerosotan sosial, dan pada gilirannya degradasi manusia.

    Oleh karena itu, pemerintah membutuhkan kontribusi besar dari masyarakatnya dalam merangsang jalannya perekonomian. 

    Berdasarkan wacana di atas, ekonomi islam memiliki perbedaan radikal dengan ekonomi kapitalis. Di mana keimanan, jiwa, akal dan keturunan tidak mempunyai tempat. Meskipun di anggap penting, mereka dikesampingkan ke ruang variabel eksogen, sehingga tidak mendapatkan perhatian yang layak.
    Implikasinya dapat dilihat dari munculnya fakta disparatis (kesenjangan) antara kuat dan lemah pada berbagai sektor kehidupan, dan munculnya tiga isu: kemiskinan, kebodohan, dan kebobrokan. Akibat implementasi sistem ekonomi yang tidak menganggap penting faktor iman, jiwa, akal, dan keturunan. 
    Eksploitasi alam, penjajahan ekonomi, peperangan bisnis, dan segala aktivitas ekonomi lainnya menjadi suatu alat penumpukkan kekayaan dan pemenuhan kepentingan golongan, tanpa mempertimbangkan dampaknya pada publik atau umat, serta pelestarian alam untuk para keturunan kita.

    Sistem ekonomi yang selama ini dikenal dan di implementasikan di dunia dalam perjalanan sejarahnya lepas dari perspektif moral dan pranata sosial-budaya. Seperti yang secara tepat ditunjukkan oleh Samuel Brittan; "Kesalahan terbesar kau sinis adalah meremehkan peran legitimasi moral dalam perbuatan manusia. Tanpa adanya aturan yang membatasi pergerakan kepentingan diri sendiri, tak ada organisasi manusia yang dapat berfungsi"Perkembangan menjadi segmentatif dan mikro, sehingga hanya bisa di jelaskan secara parsial fenomena-fenomena kemasyarakatan yang ada. 
    Sedangkan ekonomi islam memiliki suatu kerangka pemikiran (frame of thought) yang khas, dengan tujuan khas, dan berbeda dari ekonomi kapitalis. Ekonomi Islam merupakan salah satu bagian dari keluasan dan kesempurnaan konsepsi Islam sebagai sarana untuk mengimplementasikan tujuan kesejahteraan hidup umat manusia.

    Sistem ini tidak saja harus mampu menghapuskan ketidakseimbangan, tetapi juga menciptakan suatu realokasi sumber-sumber daya dengan caara sasaran yang efisiensi dan pemerataannya secara stimulan dapat di realisasikan. Ia harus dapat memotivasi partisipan untuk memegang teguh prinsip-prinsipnya, dan berbuat terbaik bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat. 

    Sekedar ilustrasi dari fenomena ketidakseimbangan tersebut, terlihat dari data peredaran uang dimuka bumi ini setiap hari, dana yang beredarmencapai US$ 3,4 triliun sampai US$ 4 triliun atau sekitar lebih US$ 1000 tirliun dalam satu tahunnya hanya berkisar US$ 7 triliun. Jadi, arus uang lebihcepat dibandingkan dengan arus barang (Kompas, 19 September 2007).
    Dengan demikian, hampir seluruh dana tersebut (99%) beredar secara maya, artinya, gentayangan dalam transaksi non sektor riil, seperti peredaran uang di pasar modal dan pasar uang dunia secara spekulatif. Inilah ketidakseimbangan antara arsu uang dan barang yang dicela dan dihindari ekonomi syariah dikategorikan sebagai riba.
    Pakar manajemen tingkat dunia, Peter Drucker, menyebut gejala ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang / jasa sebagai adanya decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya kegiatan ekonomi dan bisnis spekulatif, sehingga dunia terjangkit penyakit yang bernama ekonomi balon (Bubble economy). Disebut dengan balon karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong.

    Jelaslah bahwa tidak seperti kapitalisme, sasaran ekonomi islam bersifat mutlak dan meruapkan hasil logis dari falsafah yang mendasarinya. Mereka bukanlah elemen gado-gado dari perjuangan untuk mempertahankan hidup dan dominasi antara kelompok pluralis atau kelas-kelas sosial. 

    Tak heran jika para pakar ekonomi Dr. M. Umer Capra dengan pengalamannya yang luas dalam pengajaran dan riset bidang ekonomi serta pemahamannya yang bagus tentang syariat islam, mengajukan bahwa hanya ekonomi islam lah sebagai sistem alternatif yang paling tepat untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia. Ia tidak hanya membahas aspek teoritisnya saja, melainkan juga aspek aplikasinya, sehingga konsep yang di tawarkan cukup realistis untuk di operasionalkan dalam kehidupan nyata.[sumber]

    * Penulis Adalah Mahasiswa Magister Studi Islam - Universitas Islam Indonesia